Minggu, 08 Desember 2013
MAGANG; Nilai Lebih dari Kegiatan Mahasiswa
09.44
No comments
Fakultas
Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang akhir-akhir ini banyak menyita
perhatian mahasiswanya, termasuk saya sendiri. Banyak event dan komunitas baru
yang dibentuk di dalam fakultas, seperti Komunitas Wirausaha Muda, Out Bound
Mega Putih, YCHI Autisme Center, seminar olahraga, dan yang akhir-akhir ini
menjadi banyak perbincangan mahasiswanya yaitu Magang Fakultas. Magang
merupakan program baru dari fakultas yang diikuti oleh 30 mahasiswanya yang
dipilih melalui berbagai macam seleksi, mulai seleksi berkas-berkas sampai
seleksi wawancara. Magang sendiri dibagi menjadi dua tugas kelompok, yaitu
reporter dan penelitian. Disinilah para peserta terus dituntut untuk
menghasilkan karya-karya berupa artikel, berita, sampai pada laporan observasi.
Dan disinilah
semua peserta dituntut untuk perfect dalam segala bentuk karya, baik
yang kelompok reporter maupun kelompok penelitian. Pembekalanpun juga sudah
disampaikan, akan tetapi banyak peserta yang belum punya bekal atau dasaran
untuk menulis. Alhasil, muncul berbagai masalah, mungkinkah semua peserta yang
notabene berlatar belakang bukan dari golongan jurnalistik ataupun peneliti? Namun
semua sadar, inilah tantangannya. Lalu, dengan adanya tuntutan seperti itu,
mungkinkah seorang peserta tersebut yang semula tidak bisa menulis menjadi
mahir menulis? Dan yang semula tidak suka menulis menjadi suka? Dan yan lebih
bagus lagi yang semula bersikap acuh terhadap kasus-kasus populer, kini menjadi
pengkritisi tentang kasus-kasus tersebut yang tentunya dijadikan sebuah karya
tulis? Semua perubahan sikap tersebut menjadi mungkin ketika adanya kemauan
yang kuat dengan diiringi ketrampilan yang terus diasah.
Dalam ranah social
psyichologi, untuk mengubah
suatu sikap, kita harus ingat bagaimana sikap dengan pola-polanya terbentuk. Sikap
bukanlah diperoleh dari keturunan, tetapi dari pengalaman, linkungan,
orang lain, terutama dari pengalaman dramatis yang meninggalkan kesan yang
sangat mendalam. Dikarenakan sikap sebagian besar berkaitan dengan emosi, kita
lebih mudah mempengaruhinya dengan emosi pula, yaitu dengan pendekatan yang ramah
tamah, penuh pengertian (empathy) dan kesabaran.
Jelas sekali
penjelasan tersebut, dengan adanya pengalaman dan terus adanya dead line
tentang karya tulis, peserta diharapkan menjadi terbiasa dengan kegiatan yang
sebelumnya belum pernah ia lakukan. Dengan kata lain, sikap yang sebelumnya
kurang suka dengan kegiatan menulis, dengan adanya kebiasaan-kebiasaan yang
sifatnya menuntut dia untuk mengerjakan, maka perubahan sikap kepada yang lebih
positif akan perlahan dilakukan. Dan disinilah dapat disimpulkan, bahwa
program-program positif dengan tingkat disiplin yang tinggi dan bimbingan yang
intens menjadi salah satu media perubahan sikap yang baik. Apresiasi yang
tinggi untuk Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang atas segala bentuk
kegiatan-kegiatan yang secara tidak langsung berdampak positif bagi
mereka-mereka yang menikmatinya. ^_^
Minggu, 24 November 2013
PenginsPirasi
07.57
No comments
P. Mahpur??
Siapa beliau?
Iyaa, beliaulah sosok
dosen yang aku kagumi. Perawakan sedang dengan penampilan yang sederhana
menambah kewibawaannya menjadi dosen Psikologi Sosial di Fakultas Psikologi UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang. Beliaulah dosen dengan sejuta ide-ide kreatif
dalam pembelajaran reguler maupun kegiatan-kegiatan ekstra di ruang lingkup
fakultas. Di dalam perkuliahan reguler, beliau menggunakan metode baru untuk
mengajar, yaitu dengan metode E-Learning. E-Learning merupakan metode
pembelajaran dengan memanfaatkan media masa sebagai media pembelajaran. Setiap
mahasiswa diwajibkan mempunyai akun facebook, twitter, sampai dengan blog.
Media-media jejaring sosial tersebutlah sebagai tempat berkomunikasi,
berdiskusi, share pengetahuan, share tugas, sampai dengan penilaian tugas-tugas
dari mahasiswanya. Banyak keuntungan yang didapat dengan media pembelajaran
seperti ini, tidak perlu janjian untuk bertemu mengerjakan tugas, berdiskusi,
ataupun mengumpulkan tugas. Alhasil, pembelajaran lebih menarik dengan
ditabahnya tugas menulis setiap minggunya dan diposting dalam blog yang selanjutnya
dikritisi oleh seluruh mahasiswa. Menarik, karena selama kuliah di UIN Maliki
Malang belum pernah ada dosen yang cara mengajar seperti beliau.
Entah apa yang membuat saya mengagumi beliau, secara tidak
langsung beliau telah mempengaruhi sikap atau cara berfikir mahasiswanya. Mulai
dengan proyek menulis, pemanfaatan media elektronik sebagai bahan diskusi yang
efisien, dan lain sebagainya. Lalu mengapa hal tersebut dapat mempengaruhi cara
berfikir sampai kepada cara bersikap pada mahasiswa-mahasiswa yang beliau
ajar?? Secara aspek kognisi sebagian besar anak akan memiliki pola
fikir yang sesuai dengan lingkungan dan interaksi anggota didalam lingkungannya.
Dari sini jelas, lingkungan yang beliau bentuk sudah bisa menjadikan
mahasiswanya merubah pola fikir dan sikapnya, terlebih dengan adanya
motifasi-motifasi untuk selalu konsisten dalam menulis yang sampai saat ini
telah beliau berikan setiap minggunya. Selain itu aspek behavior mengatakan
bahwa pengendalian perilaku dikarenakan adanya aturan suatu institusi.
Pemberian tugas dan proyek menulis setiap minggunya yang beliau tekankan pada mahasiswanya menjadi alasan saya
memasukkan aspek behavior ini. Aturan yang beliau terapkan dalam perkuliahan
untuk menuntut mahasiswanya aktif menulis akan membuat dirinya terbiasa katena
terpaksa untuk terus tetap berkreatifitas yang selanjutnya InsyaAllah akan
menjadi penulis handal. Dengan adanya serangkaian strategi pembelajaran yang
beliau ajarkan tersebut, jelas secara tidak langsung akan mengubah cara
berfikir, tingkah laku, atau sikap dari setiap mahasiswa yang diajarnya.
Dari semua itu lah, ketika hari mata kuliah Psikologi Sosial
yaitu hari Senin akan datang, semangat untuk kuliah, semangat untuk menulis,
dan tentunya semangat untuk update berita-berita terkini sebagai bahan diskusi
selalu saya lakukan. Berbekal pengetahuan seadanya dan bekal yang serba ada,
tulisan demi tulisan, ide demi ide tertuang dalam karya. Diditulah saya mulai
mengalami banyak perubahan sikap, dulunya hanya berangan-angan tentang menulis,
tetapi sekarang sudah terjun langsung dengan selalu memposting karya-karya
sederhana. Disitulah yang menjadi titik mengapa saya mengagumi beliau, tanpa
dorongan beliaulah mungkin sampai sekarang saya hanya mempunyai karya menulis
makalah saja, tanpa ada perkembangan. Dan beliau jugalah salah satu dosen yang
selalu menghargai karya saya, apalagi dengan sebuah nilai,,haha
Membanggakan ,,
Membanggakan ,,
Terimakasih bapak ^-^
M. Mahrus Afif | 12410047
[Tulisan Mingguan]
LATAR BELAKANG
07.36
No comments
“Kulit terlihat lebih cantik, 10
tahun lebih muda”
“ Kulit putih bebas jerawat dan noda hitam”
“putih
bersih,bikin lebih PD”
“Kulit gak gelap bikin kamu ganteng maksimal”
Anda tentu sering
mendengar dan melihat slogan itu bukan? Ya, slogan iklan beberapa produk
kosmetika terkenal yang seper sekian detiknya ditayangkan di beberapa stasiun
televisi di Indonesia atau di media massa lainnya. Hampir semua konsep dan
tujuannya sama, membuat kulit hitam menjadi lebih putih, membuat kulit kering
berjerawat menjadi lebih lembut-mulus, membuat kulit yang mulai berkeriput
menjadi kencang terlihat lebih muda. Pada intinya semua iklan kosmetik ingin
memberi kesan bahwa produknya akan memberi perubahan lebih baik dan signifikan
pada penampilan sang pemakai. Beberapa artis terkenal berwajah cantik atau
tampan dengan kulit putih mulus dan bersih bersedia menjadi model produk
kosmetika tersebut. Diantaranya, Tamara blezensky, Laudya Cintya Bella, Ariel
Noah, Donita, Nina Zatulini, Maudy Ayunda, dan masih banyak lagi.
Sebenarnya tidak hanya
iklan kosmetik yang merepresentasikan produknya dengan memajang seblebriti
terkenal. Beberapa iklan barang-barang elektronik, iklan kendaraan bermotor,
iklan perusahaan asuransi, iklan makanan, dan iklan-iklan yang lainnya pun juga
menyewa beberapa artis terkenal yang dirasa bisa berpengaruh pada masyarakat
umum. Artis menjadi icon pemasaran, dan proses keterlibatan icon dalam proses
demikian menjadi sebuah trobosan marketing yang sangat cerdik, walaupun tentunya juga ada banyak pengeluaran biaya untuk menyewa modek-model cantik tersebut.
Akan tetapi, penayangan iklan yang memakan banyak biaya
itupun terbayar impas. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya masyarakat
yang mengalami ketergantungan dalam memakai kosmetik. Penampilan serasa kurang
sempurna, kurang percaya diri tanpa memakai kosmetik. Sekilas kita dapat
menyimpulkan bahwa setbiap iklan, tak terkecuali iklan kosmetik memiliki andil
besar dalam perubahan sikap masyarakat.
Sikap (attitude) merupakan
suatu penilaian (evaluasi) terhadap objek sikap. Manusia dan perilakunya, ide atau
gagasan bisa disebut sebagai objek sikap. Penilaian atau sikap diserepresentasikan
dalam bentuk aksi atau tindakan(DR.W.A. Gerungan DIPL.PHYCH. , Psikologi social
,Eresco bandung 1986 /1). Suatu sikap dapat mengalami perubahan yang disebabkan
oleh factor-faktor tertentu.
Dalam hal penayangan
iklan kosmetik dengan menampilkan selebriti terkenal dapat mengubah sikap
masyarakat terhadap produk kosmetik. Disini yang menjadi kunci utama adalah
‘selebriti terkenal sebagai model iklan’. Dalam persepsi produsen kosmetik,
produknya akan laku/laris apabila brand ambassador/model nya adalah artis
cantik/tampan yang sedang naik daun dan berpenampilan sempurna. Produsen
kosmetik tidak mungkin menjadikan artis pendatang baru yang belum terlalu
dikenal masyarakat, berkulit hitam, apalagi kurang cantik/tampan untuk
dijadikan pelaris produknya. Persepsi produsen kosmetik tersebut dapat
menimbulkan evaluasi (sikap).
Sama halnya dengan
produsen,masyarakat sebagai konsumen pun juga mengalami perubahan sikap
berkenaan dengan pemakaian kosmetik. Sebagai contoh, merk kosmetik X yang ,menjadikan
Tamara Blezensky sebagai brand ambasadornya. Semua orang mengerti bahwa Tamara
adalah artis yang tetap kelihatan cantik pada usia diatas 30 an. Kulit putih
nya kencang tanpa keriput banyak membuat perempuan iri. Ketika Tamara menjadi
bintang iklan kosmetik X, persepsi yang timbul pada seseorang adalah ‘saya akan
menjadi seperti Tamara jika menggunakan kosmetik X’,’banyak orang menyebut
Tamara Blezensky cantik, maka ketika kulit saya putih tampa keriput seperti
Tamara saya juga disebut cantik’ . Persepsi tersebut telah dimiliki banyak
orang yang pada akhirnya dapat merubah penilaian seseorang tentang apa yang
dinamakan cantik. Masyarakat mengalami perubahan yang implicit sebagai akibat
dari penayangan iklan kosmetik tersebut.
Iklan Kosmetik hanyalah
contoh kecil menunjukkan bahwa penayangan iklan menjadi pencetus perubahan
sikap dan perspektif pemikiran masyarakat. Perubahan tersebut bersifat bisa
bersifat implicit maupun eksplisit. Jika perubahan tersebut mengarah pada hal
positif maka patut sekali untuk diapresiasi,namun bagamana jika sebaliknya??
Minggu, 29 September 2013
Televisi Membentuk Muka INDONESIA
02.43
No comments
Tayangan sinetron Indonesia akhir-akhir ini sering menghiasi
televisi kita. Hampir semua stasiun televisi berlomba-lomba untuk memproduksi sebuah sinetron. Tingkat persaingan antar stasiun televisi pun semakin ketat. Semua
orang menikmati serunya sinetron termasuk anak - anak. Faktor
yang mendorong lakunya permintaan terhadap tayangan sinetron diantaranya adalah
daya tarik cerita dan tokoh cerita yang di gemari. Jam tayang sinetron yang
terlalu padat dan isi cerita yang terlalu berlebihan, mengakibat kan dampak
yang buruk bagi masyarakat terutama anak-anak yang masih mengalami proses
pendewasaan dalam diri mereka. Anak akan meniru karakteristik tokoh – tokoh
yang terlibat dalam tayangan sinetron. Anak meniru kata-kata dalam sinetron
karena senang dengan gaya tokoh yang ada dalam sinetron. Terlebih disaat zaman syarat dengan
teknologi seperti saat ini, televisi tidak
hanya dinikmati untuk sekeluarga, akan tetapi tiap individu-pun sudah memiliki
sebuah televisi sendiri dan bebas mengakses seluruh tayangan-tayangan yang tersedia tanpa
batas dan tanpa pengawasan orang tua.
Banyak acara sinetron yang beralur cerita
kurang baik. Seperti kata-kata kasar, mode pakaian yang tidak sopan, serta
kisah percintaan yang berlebihan. Walaupun mempunyai dampak buruk, tetapi acara
sinetron masih saja tetap tayang, bahkan semakin marak di televisi. Hal ini lah
yang menjadi maraknya kasus-kasus amoral yang dilakukan oleh anak-anak atau
remaja. Karena dalam benak mereka sudah tertanam model-model kehidupan seperti
halnya dalam sinitron-sinitron yang sebagian besar krisis akan moral dan
berakibat pada konsumen yang kebanyakan anak-anak atau remaja cenderung meniru
adegan-adegan yang disuguhkan dalam sebuah sinetron tersebut.
Mudahnya kepribadian
anak terpengaruh dengan tayangan-tayangan televisi tersebut menjadi masalah
bagi kita semua. Terlebih apabila acara televisi banyak menampilkan tayangan
dari negara luar yang notabene jauh akan nilai-nilai budaya negri kita ini.
Lambat laun, efek paling mengerikan adalah hilangnya nilai-nilai moral atau
identitas negara Indonesia sendiri dan akan bergeser dengan budaya-budaya dari
luar. Sehingga, prediksi awam mengatakan 10-15 tahun kedepan budaya-budaya
luhur indonesia akan bergeser menjadi budaya barat yang sekarang banyak
digemari oleh anak ataupun remaja yang tentunya melalui tayangan televisi.
Lalu, mengapa dengan mudah masyarakat kita
terpengaruh dengan budaya-budaya barat? Masalah ini bukan merupakan faktor
bawaan atau herediter akan kesenangan sesaat saja dan langsung terpengaruh
dengan budaya negara lain. Akan tetapi merupakan faktor bentukan dari
pengalaman individu selama proses perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses
pembentukan tidak terjadi dalam waktu singkat, melainkan melalui proses
interaksi secara berkesinambungan. Burns (1979) menyatakan bahwa konsep diri
berkembang terus sepanjang hidup manusia, namun pada tahap tertentu,
perkembangan konsep diri mulai berjalan dalam tempo yang lebih lambat. Secara
bertahap individu akan mengalami sensasi dari badannya dan lingkungannya, dan
individu akan mulai dapat membedakan keduanya.
Lebih lanjut Cooley (Partosuwido, 1992)
menyatakan bahwa konsep diri terbentuk berdasarkan proses belajar tentang
nilai-nilai, sikap, peran, dan identitas dalam hubungan interaksi simbolis
antara dirinya dan berbagai kelompok primer tersebut mampu memberikan umpan
balik memberikan kepada individu tentang bagaimana penilaian orang lain
terhadap dirinya. Dan dalam proses perkembangannya, konsep diri individu
dipengaruhi sekaligus terdistorsi oleh penilaian dari orang lain (Sarason,
1972). Dengan demikian bisa dikatakan bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan
individu menuju kedewasaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan asuhnya karena
seseorang belajar dari lingkungannya.
Hal tersebut menjadi sangat jelas, ketika anak-anak yang notabene akan menjadi pembawa "muka" Indonesia kedepan disuguhkan dengan kemodernisasian yang dimanivestasikan dengan tayangan sinitron yang krisis akan nilai moral dan lepas dari pengawasan orang tua. Akibatnya, anak tidak tertanam identitas yang jelas tentang siapa dirinya dan seperti apa lingkungannya. Anak cenderung meniru mentah-mentah apa yang dia lihat dalam sinitron itu yang selanjutnya membentuk karakter dia. Ilustrasi singkat itu dengan jelas disimpulkan bahwa karakter atau tingkah laku anak atau remaja dapat dengan mudah dibentuk atau dipengaruhi hanya dengan nnonton televisi. walaupun kemodernisasi kini menjadi salah satu hal yang wajib diikuti oleh suatu masyarakat, alangkah lebih bijaknya kita bisa memilih mana yang pantas untuk dikonsumsi dan mana yang tidak.
Hal tersebut menjadi sangat jelas, ketika anak-anak yang notabene akan menjadi pembawa "muka" Indonesia kedepan disuguhkan dengan kemodernisasian yang dimanivestasikan dengan tayangan sinitron yang krisis akan nilai moral dan lepas dari pengawasan orang tua. Akibatnya, anak tidak tertanam identitas yang jelas tentang siapa dirinya dan seperti apa lingkungannya. Anak cenderung meniru mentah-mentah apa yang dia lihat dalam sinitron itu yang selanjutnya membentuk karakter dia. Ilustrasi singkat itu dengan jelas disimpulkan bahwa karakter atau tingkah laku anak atau remaja dapat dengan mudah dibentuk atau dipengaruhi hanya dengan nnonton televisi. walaupun kemodernisasi kini menjadi salah satu hal yang wajib diikuti oleh suatu masyarakat, alangkah lebih bijaknya kita bisa memilih mana yang pantas untuk dikonsumsi dan mana yang tidak.
Ditulis Oleh : M. Mahrus Afif
12410047
[Pemenuhan Tugas Individu]
01.04
No comments
"Berkembang bukan Berubah"
“
Aku pengen jadi kayak ayah mbak,” celoteh adik saya saat dia berumur 3
tahun. Beberapa tahun kemudian (kira-kira
saat dia berumur 5 tahunan) adik saya
sangat ingin menjadi penyanyi dan artis karena akan terlihat cantik terkenal dan
popoler di kalangan masyarakat. Namun setelah berumur 7 tahun dia mengatakan
ingin jadi dokter, dan saya selalu direpotkan dengan mainan ‘dokter-dokter an’
nya yang selalu berantakan di kamar. Saat ini adik saya berumur 12 tahun dan
dia memiliki cita-cita yang berbeda lagi, ingin jadi Chef. Hal ini berawal dari
hobinya menonton acara-acara memasak di televisi. Dan sejak saat itu pula dia
sangat rajin memporakporandakan dapur rumah kami. Meskipun begitu, semua yang
dia lakukan, harapan dan cita-citanya akan menjadi kenangan berharga dalam keluarga
saya.
Setiap
manusia pasti dilahirkan dengan cita-cita dan harapan akan dirinya, dan
pastinya berbeda antar satu dan lainnya. Cita-cita juga tidak selalu statis,
akan berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Seperti adik
saya yang awalnya ingin menjadi seperti ayah namun saat ini ingin menjadi
seorang Chef. Cita-cita yang dimiliki oleh seseorang dapat mencerminkan
konsep diri yang dimiliki. Atwater
(1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang
meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan
nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Selanjutnya, Atwater
mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image (
kesadaran tentang tubuhnya) yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri.
Kedua, ideal self yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan
seseorang mengenai dirinya. Dan ketiga, social self yaitu bagaimana
orang lain melihat dirinya.
Lantas,
bagaimana konsep diri seseorang bisa terbentuk
?? Pada dasarnya konsep diri terbentuk berdasarkan
presepsi seseorang tentang sikap
orang lain terhadap dirinya. Pada masa
kanak-kanak, timbul suatu pemikiran dan kemampuan untuk merasakan bahwa
lingkungan dan orang lain yang akan menentukan siapa diri-nya. Misalnya seorang
anak di dalam keluarganya selalu dianggap kurang mampu (kurang pintar), selalu
diremehkan dan di olok-olok maka untuk kedepannya anak tersebut akan mempunyai
konsep yang sama mengenai dirinya seperti yang dikatakan keluarganya, begitupun
juga sebaliknya. Pada saat memasuki tahap remaja, seseorang akan mengalami
banyak dalam dirinya termasuk perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku
ini akan menimbulkan sikap yang berubah-ubah pula dari orang lain terhadap
dirinya. Hal ini mengakibatkan konsep diri seseorang pada masa remaja cenderung
tidak konsisten, namun ke tidak konsistenan itu akan dapat berkembang dan
membentuk konsep diri yang konsisten dalam kehidupan selanjudnya.
Konsep
Diri tidak mengalami ‘perubahan’ namun ‘perkembangan’. Perkembangan konsep diri
seseorang dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksi dengan orang lain. Selain
itu perkembangan dan kemajuan zaman juga dapat mempengaruhi perkembangan konsep
diri seseorang. Contohnya, seseorang yang hidup di zama penjajahan, berada di
lingkungan yang mengancam, perang perebutan kekuasaan, kemiskinan dalam dirinya
akan terbentuk suatu pemahaman bahwa dia hidup di dunia ini adalah untuk berjuang
sekuat tenaga memerdekaan Indonesia dan menciptakan kesejahteraan. Berbeda
dengan masa sekarang, masa yang serba modern, dimana perkembangan tekhnologi
begitu pesat dan penuh persaingan yang sangat ketat. Sadar atau tidak, manusia
pada masa ini akan memiliki konsep
sebagai seorang yang sedikit demi sedikit mengarah kepada perilaku hedonis.
Konsep
Diri menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Kurang bijak rasanya jika kita
menganggap lingkungan yang bertanggung jawab pada siapa dan seperti apa diri
kita. Setiap manusia memiliki wewenang untuk menentukan. Perlu adanya fondasi
yang kuat dalam diri untuk membangun konsep diri yang kuat pula.
Ditulis oleh Mey Hariyanti (12410102)
Minggu, 22 September 2013
Aspek Psikologi Sosial
16.59
No comments
Aspek
Afeksi menunjukkan keterlibatan psikologi sosial
dalam memunculkan presepsi seseorang terhadap suatu objek
(masyarakat/seseorang/kelompok lain) dimana presepsi ini akan menjadi suatu
kepercayaan yang melekat dalam diri seseorang atau kelompok masyarakat.
Sedangkan aspek Behavior menunjukkan adanya pengaruh psikologi sosial
dalam mengatur perilaku seseorang berdasarkan beberapa faktor.
Berikut ini adalah pengelompokan aspek psikologi sosial
berdasarkan artikel kelompok IV :
Aspek Kognisi
-
Sebagian besar anak akan memiliki
pola fikir yang sesuai dengan lingkungan dan interaksi anggota didalam
lingkungannya
Aspek Afeksi
-
Munculnya stigma karena adanya
pergeseran nilai dan norma
Aspek Behavior
-
Pengendalian perilaku dikarenakan
adanyaaturan suatu institusi
-
Interaksi antar orangtua dan anak
atau pendidik dan peserta didik dalam suatu lingkungan sosial
-
Adanya aturan dan sanksi
dalammenentukan perilaku
-
Penanaman perilaku melalui
modeling
(
(
(untuk memenuhui tugas kelompok senin,16 sep 2013)
Minggu, 15 September 2013
Etika Seseorang Jadi Baik Di Pondok
06.43
No comments
Pondok Pesantren adalah sebuah tempat dimana santri (orang yang mondok) dapat belajar ilmu agama kepada kyai dengan sungguh-sungguh.Tak hanya belajar agama juga tetapi etika dan moral manusia akan diajarkan disana.Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, di mana kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq (فندوق) yang berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.(1)
Menurut sejumlah masyarakat, pondok pesantren adalah sebuah tempat dimana seseorang bisa berubah. Maksud dari kata berubah ialah bahwasanya seseorang yang dulunya mempunyai etika yang buruk kemudian setelah lama hidup di pondok pesantren dia mempunyai etika yang baik.Di pondok pesantren seseorang tak hanya dituntut mencari ilmu saja tetapi mereka disana juga belajar masalah etika,hal itulah yang membuat etika mereka menjadi lebih baik.
Kyai merupakan seorang guru dan juga orang tua bagi para santri di pondok pesantren yang mengajarkan perihal agama, tak hanya menjadi guru saja,tetapi Kyai juga menjadi panutan perihal etika bagi para santri. Istilah Kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa, kata Kyai mempunyai makna yang agung, keramat, dan dituahkan. Selain gelar Kyai diberikan kepada seorang laki-laki yang lanjut usia, arif, dan dihormati di Jawa. Gelar Kyai juga diberikan untuk benda-benda yang keramat dan dituahkan, seperti keris dan tombak. Namun demikian pengertian paling luas di Indonesia, sebutan Kyai dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai muslim terhormat telah membaktikan hidupnya untuk Allah SWT serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran serta pandangan Islam melalui pendidikan.(2) Kyai pun tak hanya mengajar para santri saja, kyai juga mengawasi etika dan perilaku para santrinya. Berdasarkan teori, pondok pesantren merupakan tempat untuk mengendalikan,mengawasi perilaku seseorang atau dalam teori disebut pengendalian institusional. Pengendalian institusional; yaitu pengaruh yang ditimbulkan dari adanya suatu institusi atau lembaga. Pola perilaku lembaga tersebut tidak hanya mengawasi para anggota lembaga itu saja, akan tetapi juga mengawasi dan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di sekitar lembaga tersebut berada.(3)
Di pondok pesantren seseorang dikendalikan oleh aturan-aturan yang dibuat oleh pemimpinya yaitu Kyai. Mereka para santri wajib mematuhi peraturan yang ada di pondok pesantren. Ketika ada seorang santri yang melanggar peraturan tersebut maka dia akan dikenai sanksi dengan apa yang dia lakukan. Semisal seorang santri yang tidak mengikuti pengajian kyai dan ketahuan dia akan di hukum untuk membaca al-quran atau kalau tidak disuruh membersihkan kamar mandi santri. Ketika seorang santri melakukan pelanggaran yang berat maka santri tersebut bisa dikeluarkan dari pondok. Biasanya para santri tidak akan melanggar aturan tersebut karena hukuman-hukumannya yang berat melainkan para santri takut kalau ilmunya tidak akan manfaat suatu hari nanti karena tidak dirihoi oleh Kyainya. Disamping seorang santri mematuhi peraturan-peraturan,mereka juga meniru etika dan perilaku Kyai karena Kyai adalah sosok yang idola bagi para santri. Hal itu kalau dalam teori psikologi disebut Modelling. Modeling atau peniruan merupakan "the direct, mechanical reproduction of behavior, reproduksi perilaku yang langsung dan mekanis (Baran & Davis, 2000: 184).(4)
Mereka meniru etika dan perilaku Kyai juga karena mereka menganggap apa yang dilakukan Kyai adalah baik menurut agama dan baik menurut masyarakat.
Para santri biasanya pergi mondok karena disuruh oleh orangtua mereka. Mereka disuruh oleh orangtua mereka karena banyak motif. Ada orangtua yang ingin memondokan anak-anaknya agar anaknya mendalami ilmu agama dan juga ada yang ingin agar anak-anaknya memiliki etika yang lebih baik ketimbang anak-anak yang tidak mondok. Anak-anak yang tidak mondok sangat berbeda dari pada anak-anak yang mondok. Entah itu masalah keilmuan atau masalah etika. Dizaman globalisasi ini sangat banyak anak-anak yang memiliki etika yang buruk karena mereka tidak diajarkan ilmu agama dan etika yang baik sejak dini. Dan mereka jarang sekali memiliki seorang panutan yang baik menurut masyarakat dan baik menurut agama bagi kehidupan mereka. Biasanya panutan anak-anak zaman sekarang kalau enggak para artis ya pemain sepak bola. Itulah perbedaan antara anak yang mondok dan anak yang tidak mondok. Oleh karena itulah para orangtua lebih memilih memondokan anak mereka ketimbang membiarkan mereka dirumah dan bermain bersama teman-temannya.
Oleh sebab itu khususnya untuk orangtua kalau ingin anak-anaknya mempunyai etika yang baik, saya sarankan untuk memondokkanya.